Tirta Nursari dan Andy F Noya , Sumber facebook.com
TIRTA NURSARI
Lahir: Brebes, Jawa Tengah, 7 Maret 1973
Suami: Hermawan budi Sentosa (45)
Anak:
- Zavier Raihan Aaf (10)
- Taj Abbad Abdullah (6)
Pendidikan: D-3 Ekonomi Akademi Perdagangan Tjendekia Puruhita, Semarang, 1995
Penghargaan:
- Juara I Manajemen Taman Bacaan Masyarakat (TBM) se-Jawa Tengah, 2009
- Juara I TBM Kreatif Tingkat Nasional, 2011
Ada apa saja di Warung
Pasinaon? "Semuanya ada. Mau minta apa saja di sini, kalau dapat
memenuhinya, akan kami penuhi. Makanya, kami menamai tempat ini warung.
Bedanya, ini warung untuk siapa saja belajar banyak hal," kata Tirta
Nursari menjawab pertanyaan yang diajukan kepadanya.
OLEH AMANDA PUTRI NUGRAHANTI
Tirta
Nursari adalah pendiri Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Warung Pasinaon di
Desa Bergas Lor, Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah.
Diberi nama warung agar banyak orang tertarik datang ke tempat itu dan
pulang dengan "kenyang" ilmu pengetahuan. Sedangkan "pasinaon" dalam
bahasa Jawa berarti pembelajaran. Siapa saja yang ingin belajar boleh
datang ke warung ini.
Berawal tahun 2007,
Tirta melihat banyak anak-anak di lingkungan tempat tinggalnya kurang
mendapat perhatian orangtua. Sejak daerah itu tumbuh menjadi kawasan
industri, sebagian besar warga bekerja sebagai buruh pabrik, terutama
kaum perempuan.
Waktu seorang ibu
berada di rumah justru minim. Para ibu pergi bekerja pagi dan pulang
pada malam hari. Peran mereka di sektor domestik digantikan kaum bapak.
Anak-anak yang kurang mendapat perhatian, pergaulannya pun tak
terkontrol. Beberapa anak bahkan mengalami kekerasan dalam rumah tangga.
Kondisi tersebut
membuat Tirta memutuskan berhenti mengelola lembaga bimbingan belajar
(bimbel) miliknya. Alasannya, pengelolaan bimbel yang profesional tak
mampu menjangkau anak-anak yang berasal dari keluarga tak mampu.
"Saya putuskan
bergerak di bidang sosial saja supaya anak-anak itu bisa memiliki tempat
belajar. Saat itu saya membayangkan, anak-anak butuh tempat untuk
menyalurkan energi mereka dengan hal-hal yang positif," kata Tirta yang
kemudian membuka bimbel Bahasa Inggris gratis untuk anak-anak.
Keberadaan bimbel
bahasa Inggris itu ditawarkannya kepada warga lewat pengumuman di
masjid. Proses pembelajaran pun dimulai di masjid. Berawal dari 14 anak
yang tertarik mengikuti bimbel, dalam tempo sebulan, jumlahnya bertambah
menjadi 40 orang.
Namun, sebagian
warga merasa terganggu dengan keberadaan bimbel tersebut. Saat itu Tirta
tinggal di rumah orang tuanya di Desa Talun, Kecamatan Bergas. Jadilah
proses belajar-mengajar dilakukan di rumah orangtuanya. Tirta menyertai
bimbel itu dengan membuka perpustakaan dengan koleksi buku-bukunya
sendiri.
Meski kegiatan
sosial tersebut sempat tidak disetujui sang ayah, saat Tirta mengadakan
pengobatan gratis atas bantuan berbagai pihak, hati ayahnya pun luluh.
Jadilah kegiatan belajar-mengajar ini dinamakan "TBM Warung Pasinaon".
maksudnya, di mana saja dan siapa saja dapat mempelajari sesuatu dan
berbagi dengan yang lain.
"Anak-anak di
kampung ini biasanya meminta sesuatu kepada orangtua mereka. Nah, kalau
orangtua mereka terlalu sibuk, anak-anak bisa memintanya di tempat ini,"
ujar Tirta.
Tahun 2009, Tirta
dan suaminya Hermawan Budi Sentosa, bisa membangun rumah sendiri. TBM
Warung Pasinaon pun pindah ke rumah mereka. Teras rumah menjadi ruang
terbuka bagi siapa saja, dan dipenuhi rak dengan buku-buku yang dapat
dipinjam siapa pun.
Jumlah anak yang
belajar di TBM Warung Pasinaon bisa mencapai 200 anak, dari usia taman
kanak-kanak hingga SMA. Mereka umumnya datang setelah jam sekolah usai,
sekitar pukul 12.30 dan berakhir hingga malam hari.
Merangkul kaum ibu
Tak hanya anak-anak,
tetapi kaum ibu pun belajar di TBM Warung Pasinaon. Mereka adalah
ibu-ibu yang mengikuti program Keaksaraan Fungsional guna memberantas
buta aksara. Tirta pun menggagas lahirnya sebuah media untuk para ibu
agar mereka dapat terus mengasah kemampuan baca tulisnya.
Kebetulan, kata
Tirta, saat itu ada program dari Departemen Pendidikan Nasional (kini
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan) untuk pembuatan Koran Ibu. Maka,
Tirta dan sekelompok ibu membuat media berbentuk buletin dan menamainya Koran Ibu Pasinaon.
Koran itu terbit setiap bulan dengan oplah 1.000 eksemplar dan
disebarkan ke sekolah-sekolah ataupun komunitas ibu-ibu di Kabupaten
Semarang.
Sekitar 20 ibu yang sebelumnya buta huruf atau tak lancar baca tulis kini rajin membaca dan membuat tulisan untuk dimuat Koran Ibu Pasinaon. Dari tiap tulisan yang masuk, sebagian dipindai dan dimuat apa adanya, sebagian diedit dan diketik ulang.
Isi koran itu adalah hal-hal yang dekat dengan kehidupan ibu-ibu, seperti tips
kesehatan, resep masakan, dan persoalan kehidupan sehari-hari, misalnya
kenaikan harga bahan pokok dan mahalnya biaya pendidikan.
"Ibu-ibu memiliki
pemikiran yang lebih terbuka. Pola pikir mereka pun berubah. Ibu-ibu
memilih membaca buku daripada bergosip," kata Tirta.
Sayang, karena biaya
penerbitan setelah dua edisi ditanggung sendiri, koran tidak bisa
terbit secara rutin. Kadang koran ini terbit dua bulan sekali,
tergantung dananya. Dalam perjalanan, ternyata banyak pihak yang
membantu hingga Koran Ibu Pasinaon bisa terbit hingga kini.
Percaya diri
Sukses dengan Koran Ibu Pasinaon, TBM Warung Pasinaon mencoba menerbitkan media untuk anak-anak berjudul Ekspas singkatan
Ekspresi Pasinaon. Penerbitan buletin ini juga diawali bantuan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk penerbitan dua edisi.
Ekspas berisi
tulisan anak-anak yang aktif di TBM Warung Pasinaon. Mereka menulis
pengalaman sehari-hari, kiat belajar dengan mudah, puisi, dan cerpen.
Media itu juga memiliki tiras 1.000 eksemplar sekali terbit.
"Sekarang yang
menata grafis masih orang lain. Kami ingin semuanya dikerjakan anak-anak
supaya betul-betul dari dan untuk anak. Beberapa anak sedang dilatih
untuk menguasai program tata letak," ujarnya.
Setelah mengikuti
berbagai kegiatan di TBM Warung Pasinaon, anak-anak kian mandiri. Mereka
yang sebelumnya tak yakin akan kemampuannya menjadi lebih percaya diri.
Tirta mengatakan, anak-anak hanya membutuhkan ruang untuk
mengekspresikan apa yang ada dalam pikiran mereka.
Oleh karena itu,
Tirta tetap terbuka jika anak-anak meminta sesuatu, sepanjang hal itu
baik dan memungkinkan dipenuhi. Ada anak yang minta berenang, misalnya,
Tirta akan segera mengusahakan. Dia menghubungi teman-teman dan donatur
untuk berpartisipasi membantu mewujudkan hal itu.
"Ternyata masih
banyak orang yang peduli. Saya yakin, kalau kita melakukan hal yang
benar, selalu ada jalan terbuka untuk mewujudkannya," tuturnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar